Social Icons

Pendidikan

 Menata Ulang Format Pendidikan Islam

DIAKUI atau tidak, potret pendidikan Islam yang diselenggarakan umat Islam Indonesia, terutama oleh para perancang dan praktisi yang bergerak di dunia pendidikan Islam, belakangan ini, justru memperlihatkan kesenjangan yang cukup tajam antara doktrin dan praktik, antara cita dan fakta. Singkat kata, pendidikan Islam di mana-mana masih jauh dari menggembirakan.

Akibatnya, pendidikan Islam kerap dikesan sebagai aktivitas pembelajaran yang hanya mengurusi masalah-masalah ritual. Sementara kajian di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, manajemen, kesehatan, pertanian, kelautan dan sebagainya kurang menjadi perhatian serius. Pemisahan ilmu dalam penyelenggaraan pendidikan Islam semacam itu pada gilirannya akan menghambat kemajuan peradaban umat Islam itu sendiri.

Selain adanya pemisahan ilmu agama dari kebutuhan riil masyarakat modern, pendidikan Islam hingga kini seolah dalam posisi problematik. Di satu sisi, umat Islam berada pada romantisme historis karena pernah memiliki para pemikir dan ilmuwan besar serta memiliki kontribusi yang besar pula bagi peradaban dan ilmu pengetahuan dunia. Namun di sisi lain, umat Islam harus menghadapi sebuah fakta bahwa pendidikan Islam tidak berdaya dihadapkan pada realitas masyarakat industri.

Kenyataan di atas kiranya dapat dihubungkan dengan pendidikan agama Islam yang selama ini lebih menekankan pada hubungan formalitas antara hamba dan Tuhannya. Pada waktu yang bersamaan, Islam diajarkan lebih pada tingkat hafalan, padahal Islam penuh dengan nilai-nilai yang harus dipraktikkan. Sementara dalam kehidupan sehari-hari, kita disuguhi fakta yang mengerikan. Sekedar contoh, peserta didik yang diharapkan menjadi penentu sejarah masa depan bangsa, akrab dengan VCD porno, narkoba, tawuran dan aneka perbuatan tak sedap lainnya. Kasus-kasus itu mengindikasikan betapa rendah dan rapuhnya fondasi moral dan spiritual mereka.

Semua itu tantangan bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan agama Islam, yang terkait langsung dengan penanaman dasar-dasar moral dan spiritual di ruang sekolah. Itu sebabya, kualitas pendidikan agama Islam harus lebih ditingkatkan berlandaskan teori-teori dan konsep-konsep kurikulum serta metodologi pembelajaran yang dinamis dan inovatif.

Dalam rangka itulah Mujtahid mengusung wacana reformulasi pendidikan Islam sebagai upaya mewujudkan pendidikan yang integratif dan diharapkan  melahirkan manusia-manusia unggul yang berpredikat ulul albab, yakni sosok yang memiliki kekuatan dzikir, fikir, dan amal shalih. Tegas penulis, andaikan formula ulul albab ini diimplementasikan dalam segala aktivitas pendidikan Islam, pendidikan Islam niscaya mampu bersaing dengan lembaga-lembaga pendidikan umum.

Buku Reformulasi Pendidikan Islam ini menganalisa secara kritis formula pendidikan Islam baik pada wilayah konsep dan landasannya yang dilakukan oleh para pemikir dan praktisi pendidikan Islam. Upaya penulis penting diapresiasi mengingat wajah pendidikan Islam sampai hari ini belum sepenuhnya berhasil untuk mencetak lulusan yang andal, baik secara akademis maupun moral dan spiritual.

Apa yang menjadi sorotan penulis buku ini sejatinya menjadi gambaran betapa tingginya harapan publik terhadap kontribusi pendidikan Islam yang seharusnya dapat menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman. Pendidikan Islam yang diidealkan ke depan adalah tidak saja tangguh dalam konsep dan landasannya, melainkan juga efektif dalam operasional dan manajerialnya.

Ada tujuh tema pokok terkait pendidikan Islam yang ditelaah buku ini, mulai dari konsep pendidikan Islam hingga metode dan strategi pembelajaran. Selanjutnya, penulis menawarkan pendekatan multidisipliner sebagai prioritas dalam melakukan transformasi pengetahuan kepada peserta didik, seperti pendekatan filosofis psikologis, sosiologis, historis maupun kultural.

Tentu saja, membahas pendidikan Islam dari masa ke masa tidak akan pernah tuntas. Meskipun penulis buku ini mengulas dari segala dimensinya, kajian pendidikan Islam tetap saja belum final. Terlebih setiap orang pasti memiliki keterbatasan perspektif dalam mengartikulasikan pendidikan Islam itu ke dalam bingkai yang komprehensif. Namun, setidaknya, buku hasil kompilasi penelitian ini cukup inspiratif di tengah kenyataan pendidikan Islam yang kian dijauhi masyarakat karena dinilai kurang bertaring dan cenderung bersifat normatif-teologis an sich.

baca selengkapnya di : www.hidayatullah.com ›











=======================================++++++++++++++++++++++++++===



 KODE ETIK GURU INDONESIA

Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasinya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan social.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
baca selengkapnya di : www. rialnamiraislamicschool.blogspot.com


----------------------------------------------------------------------------------------------------------======================
  
GURU YANG PROFESIONAL


Pada era otonomi pendidikan, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang amat besar bagi penentuan kualitas guru yang diperlukan di daerahnya masing-masing. .Oleh karena itu di masa yang akan datang, daerah benar-benar harus memiliki pola rekrutmen dan pola pembinaan karier guru agar tercipta profesionalisme pendidikan di daerah. Dengan pola rekrutmen dan pembinaan karier guru yang baik, akan tercipta guru yang profesional dan efektif. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar-mengajar di sekolah itu.
 
Bahkan, John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran. Penelitian itu kemudian dipublikasikan dengan titel: Behind the Classroom Doors, yang di dalamnya dijelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Hal ini sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan virus nAch (needs for achievement) atau motivasi berprestasi, jika kita meminjam terminologi dari teorinya McCleland. Di dalam kelas itu seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabnya tidak sekedar terkait dengan fakta, ya-tidak. Seorang guru di kelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif – hipotetik, dan sintetik (thought provoking questions).Sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang begitu besar itu, bagi seorang guru juga tidak menutup kemungkinan untuk tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi siswa di kelas. Bahkan dia juga bisa berkembang ke arah proses pembelajaran yang secara tidak sadar mematikan kreativitas, menumpulkan daya nalar, mengabaikan aspek afektif, dan dengan demikian dapat dimasukkan ke dalam kategori banking concept of education-nya Paulo Friere, atau learning to have-nya Eric From. Pendek kata, untuk melindungi kepentingan siswa, dan juga untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di daerah dalam jangka panjang di masa depan, guru memang harus profesional dan efektif di kelasnya masing-masing ketika ia harus melakukan proses belajar-mengajar.
 
Dalam konteks otonomi pendidikan, hasil penelitian John Goodlad tersebut memiliki implikasi bahwa pemerintah daerah perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas yang tinggi supaya ketika ia memasuki ruang kelas mampu menegakkan standar kualitas yang ideal bagi proses pembelajaran. Suatu pekerjaan dikatakan profesional jika pekerjaan itu memiliki kriteria tertentu.
 
Jika kita mengikuti pendapat Houle,ciri-ciri suatu pekerjaan yang profesional meliputi:
 
(1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat;
(2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN-pen.);
(3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; 
(4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat;
(5) adanya kesadaran profesional yang tinggi;
(6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik);
(7) memiliki sistem sanksi profesi;
(8) adanya militansi individual; dan 
(9) memiliki organisasi profesi.
 
Dari ciri-ciri ini Kantor Dinas Pendidikan di daerah dapat menterjemahkan ke dalam sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar profesi-onalisme guru dapat selalu ditingkatkan di daerahnya masing-masing. Tanpa berbuat seperti itu kualitas guru akan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, agar guru tetap profesional perlu ada sistem pembinaan karier yang baik, tersistem, dan berkelanjutan.

Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Kemudian, bagaimana ciri-ciri guru yang efektif ? Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari: 
 
Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi :
(1) memiliki keterampilan interperso-nal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan;
(2) memiliki hubungan baik dengan siswa; 
(3) mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; 
(4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; 
(5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; 
(6) mampu melibatkan siswa dalam meng-organisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran;
(7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi;
(8) mampu meminimal-kan friksi-friksi di kelas jika ada.

Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi:
 (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran;
 (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.

Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari:
(1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa; 
(2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan;
(4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.

Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari:
(1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif;
(2) mampu mem-perluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran;
(3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembang-kan metode pengajaran yang relevan. -

 baca selengkapnya di : www. rialnamiraislamicschool.blogspot.com

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------=============

GURU YANG BAIK AKAN MENGHASILKAN MURID YANG BAIK



Tidak mudah menjadi guru yang baik, dikagumi dan dihormati oleh anak didik, masyarakat sekitar dan rekan se profesi.
  • Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang disampaikan.
  •  Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda. Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar.
  • Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.
  • Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini, berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil. Keenam. Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu untuk melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat perbuatan salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali apakah akan terus dilakukan atau tidak.
  • Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini, jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”
  • Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.
  • Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di hadapan siswa yang kurang pandai.

  baca selengkapnya di : www. rialnamiraislamicschool.blogspot.com

 

Tidak ada komentar:

SIAPA PELATIH SRIWIJAYA FC ?