Social Icons

Sabtu, 06 Oktober 2012

Kiat untuk Ikhlas


الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد
Ikhlas adalah perintah Allah Swt dan salah satu syarat diterimanya setiap amal. :
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا  اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
"Tidaklah mereka (manusia) diperintahkan selain agar mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan kepadaNya seluruh aspek pengamalan agama ini".
Q.S. Al- Bayyinah : 5
Ikhlas secara bahasa berarti kesucian. Dan ulama mendefinisikannya dengan:
"Kesucian hati dari keinginan untuk
mendapatkan sesuatu dari satu amal, selain ridha Allah Swt".
Jadi ikhlas itu adalah niat, keinginan, tujuan, harapan, untuk mendapatkan ridha Allah semata pada setiap amal ibadah kita. Maka ia harus dihadirkan di dalam hati kita pada setiap amal ibadah kita. Bila kita tidak menghadirkannya, maka kita tidak berniat, pada saat itu kita lalai. Marilah kita mengingat dan merenungkan masalah ini :
"Benarkah kita selalu berusaha menghadirkan niat ikhlas setiap kali kita akan shalat ?". "Benarkah kita selalu menghadirkan niat ikhlas setiap kali kita akan bersedekah ?".
"Benarkah kita selalu berniat ikhlas setiap kali kita akan membaca Al-Qur'an ?  Menghadiri pengajian ? Mencari nafkah ?".
Dari rendahnya tingkat efektifitas/ keberhasilan/ keberkahan amal ibadah kita secara umum, dapat kita pahami bahwa salah satu kekurangan kita dalam amal ibadah selama ini ialah bahwa kita tidak menghadirkan niat ikhlas itu. Sekiranya kita selalu menghadirkan niat ikhlas setiap akan shalat, niscaya ibadah shalat kita akan lebih berhasil mendidik kita untuk menjauhi maksiat. Ibadah kita akan lebih berkah sehingga kita lebih bahagia dengan ibadah.
Sesungguhnya perintah peneguhan niat ikhlas di hati ini, kita pahami dari firman Allah swt :
قُلْ إِنَّ صَلاَتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ  وَبِذَلِكَ أُمِرْ تُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
"Katakanlah : "Sesungguhnya shalatku, seluruh ibadahku/ sembelihanku, seluruh aktifitas kehidupanku, dan penyebab kematianku, kupersembahkan hanya untuk Allah, Tuhan alam semesta. Tidak ada sekutu bagiNya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku, dan aku adalah orang pertama yang menyerahkan diri kepada Allah".
QS. Al-An'am : 162-163
Ayat yang mulia ini menjelaskan perintah untuk menegaskan bahwa ibadah shalat dan seluruh bentuk ibadah, hidup dan mati, jiwa dan raga, kita persembahkan hanya kepada Allah semata. Karena kita hanya mencari ridha Allah. Tak ada duaNya !.
Sesungguhnya inilah salah satu dasar pengamalan sebagian saudara kita pengikut madzhab Imam Syafi'i untuk membaca lafazh "Ushalli" setiap kali akan Takbiratul Ihram, baik pada shalat wajib, maupun pada shalat sunnah. Tujuan mereka ialah, untuk meneguhkan niat ikhlas di hati. Masalahnya ialah, lafazh-lafazh "Ushalli" itu tidak bersumber dari Nabi Muhammad Saw. Lafazh-lafazh itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Saw, bahkan tidak pula dicontohkan oleh para sahabat beliau.
Kita yang tidak membaca Lafazh "Ushalli" seringkali melakukan kesalahan, karena tidak berniat ikhlas. Kita hanya berniat mau shalat, tapi tidak berniat mau mendapatkan ridha Allah !. Ini Adalah kelalaian. Ini adalah kesalahan. Karena setiap amal itu, dinilai dari niatnya. Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang mendapat apa yang diniatkan". Muttafaq Alaih.
Inilah kiat untuk ikhlas :
1.       Ucapkan dalam hati : "Saya melakukan amal ini untuk mendapatkan ridha Allah semata.". Atau "Saya mengharapkan ridha Allah semata".
Ungkapan ini hanya diucapkan dalam hati, karena ikhlas itu adalah ibadah hati. Tidak diucapkan dengan lisan. Karena tidak ada contohnya dari Nabi Saw.
2.       Melakukan renungan pada urgensi ridha Allah Swt dalam hidup ini.Yaitu dengan membayangkan  betapa bahagianya hidup kita jika kita diridhai oleh Allah Swt. Bangunlah keyakinan bahwa hidup kita akan susah dan sengsara, jika Allah murka kepada kita. Naudzubillah.
Renungan seperti ini sangat penting untuk kita lakukan, agar tertanam kuat dalam kepribadian kita betapa besar peranan ridha Allah dalam hidup ini. Dan bahkan, hidup ini tidak bermakna dan tidak bernilai jika tanpa ridha Allah.
Allah Swt berfirman :
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ، فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا، وَنَحْشُرُه ُ  يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
"Siapa yang berpaling dari peringatanku, niscaya dia pasti mendapatkan
 penghidupan yang sempit, dan kami akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". Surah Thaha : 124
Semakin sering kita melakukan renungan pada urgensi ridha Allah, niscaya semakin kuat dorongan untuk mendapatkan ridha Allah, dan itulah ikhlas. Dan keinginan itulah yang memotivasi kita untuk meningkatkan ibadah, untuk semakin taat kepada Allah, semakin kuat menjauhi dosa. Karena dosa itu mengundang murka Allah. Dan jika kita semakin ikhlas, maka kita semakin takut berbuat dosa.
3.       Menumbuhkan dan memperkuat kerinduan kepada syurga.
Yaitu dengan melakukan renungan pada kebenaran, kenikmatan dan keabadian Syurga untuk orang-orang yang dirahmati oleh Allah Swt.
Renungan seperti ini sangat penting untuk memperkuat niat ikhlas dan memotivasi kita untuk semakin taat kepada Allah Swt. Oleh karena Allah Swt menjelaskan dalam al-Qur'an kebenaran, kenikmatan dan keabadian Syurga secara rinci, tujuanNya ialah untuk memotivasi secara kuat agar kita memperbaiki dan memperbanyak amal untuk mendapatkan Syurga. Dan kita diajar oleh Rasulullah saw untuk berdo'a secara rutin, memohon Syurga:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ سَخَطِكَ وَالنَّارِ
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu ridhaMu dan Syurga,
dan aku berlindung kepadaMu dari murkaMu dan Neraka".
Jadi kenginan untuk masuk Syurga itu tidak bertentangan dengan keikhlasan. Tidak sama dengan pendapat sebagian ahli tasawuf bahwa beramal untuk masuk Syurga itu tidak ikhlas. Tidak demikian !. Oleh karena keinginan untuk masuk Syurga itu adalah tanda iman. Kerinduan pada Syurga itu diajarkan oleh Allah dan RasulNya. Allah swt berfirman:
وَسَا رِعُوْ ا إِلَى مَغْفِرَةٍ  مِنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ  أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ
"Bersegeralah kamu kepada ampunan dari TuhanMu dan syurga
yang luasnya seluas langit dan bumi, disiapkan untuk orang-orang
yang bertaqwa ".  Surah Ali Imran : 133
Dan dalam do'a di atas, Rasulullah Saw menggandengkan kata ridha dengan Syurga :
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةِ
Ini berarti bahwa keduanya tidak kontradiktif, tidak bertentangan, bahkan sejalan. Karena mustahil Allah Swt meridhai seorang hambaNya lalu tidak dimasukkan ke Syurga, dan mustahil seseorang dimasukkan ke Syurga jika Allah tidak ridha kepadanya.
Kesimpulannya : Hidupkanlah kerinduan untuk masuk Syurga. Perbanyaklah membayangkan Syurga. Karena salah satu kelalaian kita, jika dalam sehari semalam kita tidak pernah mengingat Syurga !.
Syurga adalah cita-cita tertinggi kita.
Syurga adalah tempat terakhir kita, yang abadi
Syurga tujuan seluruh amal ibadah kita.
Syurga lebih kita utamakan dari segalanya.
Demikianlah kita berniat ikhlas. Itulah tiga kiat untuk ikhlas dan semakin ikhlas. Mari kita amalkan kiat ini, dengan penuh kesungguhan, lalu fastaqim (Beristiqamahlah) !


Kiat Mengurangi Kelalaian


     Dalam hidup keseharian, sering kali kita terjerumus dalam ghaflah (kelalaian). Yaitu pada saat-saat kita lupa terhadap Allah, waktu-waktu yang tidak diisi dengan dzikir, fikir, dan ibadah lainnya.
 
Mari kita renungkan : Betapa banyak waktu yang kita habiskan dalam obrolan yang tidak bermanfaat ?!. Betapa banyak usia yang kita habiskan dengan menonton tayangan yang tidak bermanfaat ?!. Itulah kondisi lalai. Dan inilah yang dilarang oleh Allah Swt dalam ujung ayat yang mulia :

َولاَتَكُنْ مِنَ اْلغَافِلِيْنَ
"Janganlah kamu termasuk orang yang lalai".  Surah Al-A'raf 205

Selain saat-saat lalai yang disebutkan tadi, masih ada sejumlah contoh kelalaian yang lebih halus lagi, yang perlu kita cermati, seperti : Kelalaian mengingat kematian. Kelalaian memohon syurga. Kelalaian berlindung diri kepada Allah dari syetan. Kelalaian berbuat baik terhadap kedua orang tua. Kelalaian mengontrol lidah, menguasai mata, mengendalikan emosi, menahan keinginan untuk berbuat dosa.

Marilah kita menyadari bila dalam sehari semalam, kita tidak mengingat bahwa kita akan mati, maka kita telah lalai. Bila dalam 24 jam  kita tidak pernah berdo'a memohon syurga dan memohon dijauhkan dari neraka, niscaya kita telah lalai. Bila tidak pernah terbetik di hati kita bahwa kita menghadapi musuh utama kita yaitu syetan, berati kita telah lalai !. Bila dalam sehari semalam kita tidak mengingat kebaikan ibu dan bapak kita dan tidak mendo'akan mereka, berarti kita telah lalai !. Astaghfirullahal Al-Azhim.

Bila kita telah menyadari bahwa semua ini adalah kelalaian dan kita telah menyakini bahwa kelalaian itu adalah dosa, maka kewajiban kita sebagai muslim–muslimah, ialah mengurangi kelalaian. Mengalahkan kelalaian. Bangkit dari kelalaian.

Bagaimana caranya ?. Berikut ini beberapa kiat untuk mengurangi kelalaian :
1.   Menyusun Planning ibadah setiap hari.
Menyusun perencanaan ibadah yang menyeluruh setiap hari, adalah satu keharusan bila kita ingin mengurangi kelalaian. Oleh karena perencanaan ibadah yang menyeluruh berarti keinginan yang kuat untuk meningkatkan kepatuhan kepada Allah, kemauan keras untuk memperbanyak amal shaleh sepanjang hari.

Perencanaan seperti ini akan sangat memotivasi kita untuk meningkatkan ibadah dan mengurangi kelalaian. Sebagai contoh : Orang yang merencanakan untuk shalat shubuh di masjid, tentu lebih termotivasi dibanding orang yang tidak merencanakan ibadah tersebut. Contoh lain : orang yang merencanakan untuk membaca istighfar 100 X sehari, tentu tidak sama dengan orang yang tidak merencanakannya. Orang yang mempunyai perencanaan ibadah, telah memiliki rujukan muhasabah/ introspeksi dan telah menapak anak tangga peningkatan yang berkesinambungan. Allah telah berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدِ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan (amal) apa yang telah ia persiapkan untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". Surah Al-Hasyer : 18

Ayat yang mulia ini mengandung sebuah panggilan indah buat kita para hamba Allah yang beriman, lalu disusul dengan perintah intropeksi yang diapit oleh dua perintah taqwa, kemudian ditutup dengan penegasan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang kita kerjakan. Penegasan ini bertujuan agar kita berusaha untuk senantiasa menghadirkan dibenak kita keyakinan bahwa kita selalu diawasi oleh Allah. Pengamalan Ayat mulia ini tentu memerlukan planning ibadah yang menyeluruh dan berkesinambungan.

2.   Selalu bertanya pada diri sendiri: "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini ?".

Agar kita termotivasi untuk melawan dan mengalahkan kelalaian, agar kita senantiasa terarah dan terpimpin, maka kita dianjurkan untuk selalu mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita sendiri : "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini ?".

Sebagai contoh :
Pada saat kita mendengar adzan, kita segera bertanya pada diri kita : "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini ?". pertanyaan ini akan membangunkan kita dari kelalaian dan memotivasi kita untuk memenuhi panggilan adzan.

Pada saat kita di masjid, bertanyalah pada diri sendiri : "Apa yang sebaiknya saya lakukan di masjid ?".
Pada saat kita di kendaraan, bertanyalah pada diri sendiri :"Apa yang sebaiknya saya lakukan di kendaraan ?".
Pada saat kita di pasar, bertanyalah pada diri sendiri : "Apa yang sebaiknya saya lakukan di pasar ?".
Demikianlah seterusnya.

Pertanyaan ini sangat membantu untuk menghadirkan kasadaran akan penting dan wajibnya kita patuh dan taat kepada Allah setiap saat dan di setiap tempat.

Landasan Qur'ani pertanyaan ini ialah beberapa Ayat Al-Qur'an tentang dekatnya hari kiamat, tentang perintah untuk bersegera beramal shaleh, perintah untuk berlomba dalam kebaikan. Sebagai contoh : Firman Allah :
إِقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِيْ غُفْلَةٍ مُعْرِضُوْنَ

"Telah dekat saatnya manusia dihisab, dan mereka
dalam kelalaian dan mereka berpaling ". ( Surah : Al-Anbiya' : 1 )

Pertanyaan : "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini". adalah salah satu bentuk pengamalan dari ayat yang mulia ini, agar kita mengingat hisab, mengingat akhirat, agar kita tidak lalai dan tidak berpaling. Dalam surah lain, Allah Swt berfirman :

وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ

"Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, disiapkan untuk orang-orang yang bertaqwa". (Surah : Ali –Imran : 133)

Pengamalan Ayat ini antara lain dengan selalu bertanya pada diri sendiri : "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini". Oleh karena pertanyaan ini akan menyadarkan kita untuk bersegera beribadah, bergegas beramal, tidak menunda-nunda kebaikan. 

Dalam surah lain, Allah SWT berfirman :
فَا سْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

"Berlombalah kamu dalam kebaikan". Q.S. : Al-Baqarah : 148.

Kalau kita bertanya : "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini ?". Maka kita bermaksud untuk memotivasi diri kita untuk berlomba dengan orang lain dalam kebaikan dan amal shaleh.

Singkatnya : pertanyaan : "Apa yang sebaiknya saya lakukan saat ini ?" adalah kiat yang sangat baik untuk menghilangkan kelalaian, menghadirkan kesadaran dan memotivasi diri untuk beribadah dan beramal shaleh.

3.   Memperbanyak dzikir
Kiat yang ketiga untuk menghilangkan kelalaian adalah: memperbanyak dzikir. Memperbanyak dzikir adalah perintah Allah Swt :

يَاأَيُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوا اذْكُرُوْا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا وَسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً

"Wahai sekalian orang yang beriman, berdzikirlah kamu kepada Allah dengan dzikir yang banyak, bertasbihlah kamu kepadaNya setiap pagi dan setiap petang ". Surah Al-Ahzab : 41-12

Memperbanyak dzikir berarti berdzikir sesuai dengan sunnah Nabi Saw pada setiap saat, kecuali pada saat kita di kamar mandi. Dzikir yang banyak ialah dengan mengulang ulangi kalimat-kalimat thayyibah :

سُبْحَانَ اللهُ، اَلْحَمْدُ للهِ، اللهُ أَكْبَرْ، لآ إِلَهَ إِلاَّ الله، لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَةَ  إِلاَّ  بِاللهِ

"Maha suci Allah, segala Puji bagi Allah, Allah maha Besar, tidak ada Tuhan selain Allah, tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan, kecuali dari Allah".

Membaca wirid, tahlil 100 X sehari :

لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ  لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

"Tidak ada Tuhan selain Allah, sendiriNya, tidak ada sekutu bagiNya, miliknya seluruh kekuasaan. milikNya seluruh pujian. Dan DIA maha berkuasa atas segala sesuatu".

Dzikir yang banyak yang sesuai dengan sunnah, sangat efektif menyambung hati  kita dengan Allah yang Maha Pemurah, Maha Penyayang.

Itulah tiga kiat mengatasi kelalaian dalam hidup keseharian. Marilah kita amalkan ketiga kiat ini dengan niat ikhlas dan mujahadah yang tinggi, kemudian fastaqim ! (beristiqamalah) !


Pemberdayaan Iman



الحمد لله والصلاة و السلام على رسول الله

Iman adalah karunia Allah yang terbesar pada kepribadian kita semua. Oleh karena iman berarti keyakinan kepada Allah Swt dan seluruh keyakinan yang terkait dengannya. Keyakinan-keyakinan inilah yang memperjelas tujuan hidup kita, memantapkan pola pikir dan pola hidup kita, sehingga jalan kebahagiaan, penyebab kemuliaan, rahasia kemenangan, menjadi sangat jelas, sangat terang bagi kita. Itulah sebagian dari fungsi dan peranan iman dalam kepri-badian kita. Dan karena itulah maka iman menjadi nikmat terbesar dari Allah swt kepada kita semua, para hamba Allah yang beriman . Alhamdulillah.
Allah swt berfirman :

وَلَكِنَّ اللهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الإِيمَانَ وَزَيَّنَّهُ فيِ قُلُوْبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ
اْلكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَان ، أُوْلَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُوْن فَضْلاً مِنَ الله وَنِعْمَة ، وَالله عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

"... akan tetapi Allah membuat kamu cinta kepada iman, dan menghiasi iman itu di hatimu, dan membuat kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang terpimpin. Itulah keutamaan dan karunia dari Allah, dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana"
(QS. Al-Hujurat: 8)

Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa iman adalah karunia Allah dan keutamaan yang diberikan oleh Allah kepada kita. Dari Ayat ini pula dapat kita pahami bahwa iman adalah syarat keterarahan hidup. Artinya, orang tidak beriman, tidak terarah hidupnya, tidak terpimpin prilakunya.
Pertanyaan yang patut kita renungkan bersama ialah: seberapa besar manfaat iman yang kita rasakan dalam kehidupan kita?. Mengapa kita bertanya demikian?. Oleh karena kita sebagai orang yang beriman, masih sering susah, masih sering cemas, masih sering bingung, masih sering merasa rendah, merasa hina, masih sering merasa bahwa hidup kita hampa, tiada makna!.  Banyak saudara kita sesama muslim yang dilanda perasaan-perasaan negatif yang seperti ini. Mengapa demikian?. Bukankah Iman merupakan jaminan kebahagiaan?. Kepastian kemuliaan?. Bahkan iman adalah kata kunci keselamatan?.

Di sinilah pentingnya pemberdayaan iman. Yaitu bahwa kita bergerak untuk memperbaiki iman kita, menyempurnakan iman kita, memperkuat iman kita, menggerakkan iman kita sebagai sumber ketenangan, kemuliaan dan kemenangan yang hakiki.

Inilah satu hikmah yang dapat kita pahami dari perintah Allah kepada kita para hamba-Nya yang beriman, untuk beriman kembali kepada Allah dan RasulNya :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ...
“Wahai sekalian orang beriman, berimanlah kamu kepada Allah
dan RasulNya....” (QS. An-Nisa': 136)

Ayat mulia ini memerintahkan orang yang beriman, untuk beriman. Maksudnya, tingkatkanlah imanmu, sempurnakanlah imanmu, kuatkanlah imanmu. Dan ini yang kita sebut dengan gerakan pemberdayaan iman. Mengapa? oleh karena upaya peningkatan iman, untuk memfungsikan iman sesuai dengan fungsinya, bertujuan untuk meraih tujuan dan manfaat iman. Sebab bila iman kita lemah, maka iman kita tidak berdaya untuk mengantar kita menuju kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatan. Inilah yang sering kita alami dalam hidup keseharian kita. Yaitu bahwa iman kita tidak berdaya ketika kita digoda untuk berbuat dosa. Iman kita tidak berfungsi ketika kita marah. Iman kita lumpuh ketika kita sangat sedih karena musibah atau kesulitan. Iman kita tidur ketika kita menatap wanita cantik yang tidak halal bagi kita, atau ketika kita menonton tayangan yang haram.

Iman kita goyang ketika kita digoda dengan tawaran sogok, atau peluang korupsi beberapa juta rupiah!. Bahkan, iman kita seringkali tidak memotivasi kita untuk shalat berjamaah di masjid, terutama pada shalat subuh. Iman kita tidak mampu menggerakkan tangan kita untuk menggapai al-Qur’an dan membacanya. Iman kita demikian mandul, sehingga belum mampu melahirkan semangat beramal shaleh yang berkesinambungan, dan keberanian untuk berkorban di jalan Allah Swt.

Inilah realitas iman ke-banyakan kita. Dan realitas inilah yang seharusnya meng-gerakkan kita untuk menyadari pentingnya gerakan pember-dayaan iman, agar kemudian memacu kita secara kuat untuk melakukan langkah-langkah pemberdayaan iman agar iman kita terasa lebih besar dan lebih banyak manfaatnya bagi kita.
Bagaimana kita memberdayakan iman ?

Salah satu kiat efektif untuk memberdayakan iman ialah kesungguhan untuk menyempurnakan karakteristik mukmin sejati yang dijelaskan oleh Allah Swt dalam beberapa kumpulan ayat-ayat mulia, seperti yang dijelaskan oleh Allah Swt dalam surah Al-Mu’minun : 1 – 11 :

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ(1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ(2) وَالَّذِينَ هُمْ عَنْ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ(3)
وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ(4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ(5) إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(6) فَمَنْ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْعَادُونَ(7) وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ(8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ(9) أُوْلَئِكَ هُمْ الْوَارِثُونَ(10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ(11)

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,Dan orang-orang yang memelihara shalat. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,Ya’ni yang akan mewarisi syurga Firdaus.
Mereka kekal di dalamnya.”

Pada Ayat pertama dari kumpulan Ayat mulia ini menjelaskan kepastian jaminan Allah Swt berupa Al-Falah, yaitu keberuntungan, kebahagiaan, kemenangan, bagi orang yang beriman. Maksudnya, orang beriman itu pasti beruntung, pasti bahagia, pasti menang !. ini jaminan pasti dari Allah Swt !

Pada Ayat 10 dan 11, Allah Swt menjelaskan janjiNya yang pasti bagi hambaNya yang beriman, yaitu surga firdaus yang abadi di Akhirat nanti.

Pada ayat 2 sampai 9, Allah menjelaskan 6 karakteristik mu’min sejati yang berhak untuk mendapatkan janji dan jaminan pasti itu, yaitu :

1.    Khusu’ dalam shalat.
2.    Meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat.
3.    Mengeluarkan zakat.
4.    Menjauhi zina.
5.    Memelihara amanah dan janji.
6.    Memelihara shalat. (senantiasa meningkatkan ke-sempurnaan ibadah shalat secara berkesinambungan)

Inilah kiat pemberdayaan iman. Inilah yang harus kita amalkan untuk mendapatkan iman yang lebih membahagia-kan, lebih memuliakan.

Marilah kita luangkan waktu untuk menghayati surah Al-mu’minun Ayat : 1-11 di atas.

Marilah kita hidupkan optimisme dalam diri kita, untuk meneruskan gerakan pemberdayaan iman secara menyeluruh. Lalu, Fastaqim ! (beristiqamahlah) !

SIAPA PELATIH SRIWIJAYA FC ?