Islam
itu Cinta. Inilah pernyataan yang ingin kita renungkan kali ini. Renungan cinta
ini bertujuan untuk meningkatkan penghayatan keislaman kita, sehingga semakin
cinta terhadap Islam dan mengamalkan cinta sesuai ajaran Islam.
Sangat
penting untuk kita memahami dan meyakini bahwa substansi ajaran Islam ialah :
cinta. Seluruh ajaran Islam bermuara pada cinta. Bahkan cinta itu hadir dan
mesti hadir pada semua ajaran Islam. Karena itu, maka pengama-lan keislaman
kita tidak sempurna sebelum diiringi dan dijiwai oleh cinta kepada amal
tersebut.
Apa
arti “Islam itu Cinta ?”. Ada tiga pengertiannya :
- Substansi ajaran Islam ialah cinta.
- Pengamalan ajaran Islam mesti dihayati dengan cinta.
- Islam mengajarkan cinta yang benar.
Inilah yang akan kita
renungkan kali ini.
1. Substansi ajaran Islam ialah cinta
Pernyataan
ini berarti bahwa inti ajaran Islam ialah cinta. Mengapa ? karena sesungguhnya
inti iman itu adalah cinta. Inti ibadah itu adalah cinta. Inti akhlak itu
adalah cinta. Inti kesucian hati adalah cinta. Inti da'wah adalah cinta. Inti
kepriba-dian muslim adalah cinta. Inti rumah tangga Islami adalah cinta. Inti
masyarakat Islami adalah cinta. Inti pendidikan Islam adalah cinta. Inti
ekonomi Islam adalah cinta. Inti politik Islam adalah cinta. Inti seni dan
budaya Islam adalah cinta. Inti ajaran agama Islam adalah cinta. Tak ada Islam
tanpa cinta. Tidak ada cinta tanpa bukti. Tidak ada bukti tanpa ajaran Islam.
Marilah
kita renungkan firman Allah yang Maha benar ini :
وَالَّذِينَ
آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan orang-orang yang beriman itu sangat cinta kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 165)
Ayat
mulia ini menjelaskan bahwa orang yang beriman itu sangat mendalam, sangat
besar, sangat tinggi, sangat kuat
cintanya kepada Allah.
Dapat
dipahami dari ayat ini bahwa tingkat iman seseorang sangat terkait dengan
tingkat cintanya kepada Allah swt. Dalam ayat lain, Allah swt berfirman :
قُلْ
إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ
وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ
فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لاَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah
"Jika Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan
kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
(QS.
At-Taubah : 24)
Ayat
mulia ini sangat jelas dan sangat tegas mewajibkan kepada setiap muslim untuk
mencintai Allah swt, Rasulullah saw dan perjuangan di jalan Allah, melebihi
segala cinta dan segala obyek cinta. Kewajiban itu kita pahami dari ancaman
Allah swt untuk orang yang cintanya kepada kedua orangtua, anak, isteri/suami,
saudara, keluarga, harta benda, perdagangan/usaha, rumah tempat tinggal,
melebihi cintanya kepada Allah, Rasulullah saw dan perjuangan Islam.
Selanjutnya,
mari kita renungkan ayat mulia lainnya :
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
(QS:
Ali Imran : 31)
Ayat
mulia ini menjelaskan bagaimana seorang muslim membuktikan cintanya kepada
Allah swt. Yaitu dengan mengikuti Nabi Muhammad saw. Mengikuti tauhid beliau.
Mengikuti ibadah beliau. Mengikuti akhlak beliau. Mengikuti dzikir beliau.
Mengikuti sunnah-sunnah beliau. Bagaimana kita mengikuti semua itu ? Di sinilah
dan karena inilah maka kita wajib belajar. Semua inilah yang wajib kita
pelajari.
2. Pengamalan Ajaran
Islam Mesti Dihayati Dengan Cinta
Jika
substansi ajaran Islam adalah cinta, maka mencintai seluruh ajaran Islam adalah
keniscayaan. Menumbuh suburkan cinta di hati menjadi kewajiban. Sebab keislaman
tanpa cinta, tidak efektif, tidak membahagiakan, tidak Istiqamah. Cinta kepada
setiap amal ibadah yang kita persembahkan kepada Allah, itulah yang memberikan
kehidupan pada amal ibadah tersebut, sehingga ia hidup, bergerak, menggelora,
membahagiakan, memuliakan dan memberi tambahan-tambahan kekuatan untuk
Istiqamah, konsisten di jalan amal ibadah.
Jadi
kewajiban kita, tidak hanya melaksanakan ibadah dan amal shaleh semata, tapi
kita juga berkewajiban untuk mencintai setiap ibadah dan amal shaleh. Sebagai
contoh : Ibadah shalat. Ibadah yang paling mulia ini, wajib ditegakkan dengan
rasa cinta yang mendalam. Karena kita diwajibkan untuk mengoptimalkan
pelaksanaan ibadah shalat. Sedang optimalisasi Ibadah shalat hanya dapat
terwujud jika dilandasi dan dibarengi dengan perasaan cinta yang mendalam.
Dengan cinta, ibadah shalat kita tenang, pelan-pelan, khusyu', penuh
penghayatan pada setiap ucapan dan gerakan shalat. Dengan cinta, kita
termotivasi untuk menegakkan shalat wajib di masjid, karena kita mengejar
optimalisasi pelaksanaannya. Dengan cinta, kita terdorong untuk menyempurnakan
shalat-shalat sunnah, karena kita selalu ingin dekat dengan shalat dan selalu
ingin berlama-lama bersama shalat. Dengan cinta, shalat menjadi nikmat. Dengan
cinta, shalat itu sangat membahagiakan. Dengan cinta, shalat terasa menguatkan
jiwa, menambah iman. Dengan cinta, shalat itu terasa memuliakan. Dengan cinta,
kita merasakan penyesalan yang mendalam jika kesiangan shalat shubuh. Dengan
cinta, kita merasakan penyesalan yang mendalam jika kita terlambat ke masjid.
Dengan cinta, kita merasakan penyesalan yang mendalam jika kita melalaikan
shalat sunnah. Dengan cinta, shalat kita akan efektif menjauhkan kita dari dosa
dan pelanggaran. Dengan cinta, kita akan konsisten bersama shalat.
Bayangkan
orang yang menunaikan shalat tanpa rasa cinta kepada shalat. Ia shalat dengan
perasaan terbebani dengan shalat itu. Ia shalat dengan cepat, gerakannya cepat,
bacaannya pun cepat. Ia ingin cepat lepas dari shalat. Ia terbiasa
menunda-nunda pelaksanaan shalat. Ia terbiasa shalat wajib sendirian. Tidak
terbiasa ke masjid. Tidak terbiasa shalat sunnah. Ia belum merasakan nikmatnya
shalat, kecuali hanya nikmatnya lepas dari beban kewajiban shalat. Ia belum
menemukan kebahagiaan dari shalat. Karena itu, ia tidak menyesal jika tidak
shalat sunnah. Shalat tanpa cinta, tidak efektif. Shalat tanpa cinta tidak
membaha-giakan. Shalat tanpa cinta, tidak menjauhkan dari dosa dan kelalaian.
Shalat tanpa cinta, tidak khusyu'. Shalat tanpa cinta, tidak akan setia bersama
shalat.
Ini
adalah contoh yang paling mudah dipahami, bagaimana semestinya kita melaksanakan
ibadah dengan perasaan cinta yang mendalam pada ibadah tersebut. Demikianlah
kita mesti mencintai zakat, mencintai shaum (puasa), mencintai Haji dan Umrah,
mencintai al-Qur'an, mencintai dzikir dan do'a, dan seluruh ajaran agama kita
yang tercinta ini.
Demikianlah
kita membuktikan cinta kita kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Itulah ikhtiar
kita untuk merasakan nikmatnya hidup beriman dan berislam.
Sebagaimana yang
disampaikan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadits shahih :
ثَلاَثٌ
مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَان أَنْ يَكُوْنَ الله وَرَسُولـُهُ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ ِلله،
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ إِلَى الْكُفْرِ كَماَ يَكْرَهَ أَنْ يُقْذََفَ ِفي
النَّارِ
“Ada tiga Perkara, siapa memilikinya, niscaya ia merasakan
manisnya iman : 1. Bahwa Allah dan RasulNya, lebih ia cintai dari selain
keduanya. 2. Bahwa ia mencintai seseorang (sesamanya) hanya karena Allah. 3.
Bahwa ia benci untuk kembali kepada kekafiran, sebagaimana ia sangat tidak
ingin dilemparkan ke dalam api neraka”. HR. Muslim
3. Islam Mengajarkan Cinta yang Benar
Pengertian
yang ketiga dari
"Islam Itu Cinta" ialah bahwa Islam mengajarkan
cinta yang benar. Seorang muslim memahami cinta sebagaimana yang diajarkan oleh
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Bahwa cinta yang tertinggi seorang muslim, hanyalah
kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah cinta di atas segala cinta. Itulah cinta
yang menjadi hulu dan hilir segala cinta. Itulah cinta yang menjadi awal dan
akhir segala cinta. Jadi apapun yang dicintai seorang muslim, mesti, harus dan
wajib sejalan dan mendukung cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya saw. Seorang
muslim mencintai Ibu bapaknya, selama Ibu bapaknya cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya. Ia mencintai isteri dan anaknya sesuai dengan cinta mereka kepada
Allah dan Rasul-Nya."
Ia
mencintai pekerjaannya yang halal, mencintai harta bendanya, mencintai
rumahnya, sebagai sarana persembahan cintanya kepada sang kekasih tertingginya
Allah swt dan Rasulullah saw.
Jadi
cinta yang diajarkan oleh Islam, adalah cinta yang bersumber dari iman. Itulah
cinta tulus, cinta suci, cinta sejati, cinta hakiki. Selain itu, pastilah cinta
yang bersumber dari hawa nafsu yang dihiasi oleh syetan. Cinta duniawi, cinta
syahwat, cinta dosa, cinta egois, cinta penipu, cinta palsu, cinta yang pasti
berujung pada penyesalan.
Dunia
ini boleh dicintai. Keluarga boleh dicintai. Pekerjaan halal dan harta halal
boleh dicintai. Segala kebutuhan duniawi boleh dipenuhi dan dipuaskan secara
halal. Tapi semua itu dalam batasan ajaran Allah dan sebagai Persembahan cinta
kepada Allah swt. Karena cinta kita kepada Allah swt. Karena cinta kita kepada
Allah melebihi segala cinta.
Demikianlah
renungan tentang cinta Islam cinta. Semoga diberkahi Allah swt. Semoga kita
fahami, kita amalkan, kita sebarkan. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar