Islam
itu damai”, sebuah pernyataan yang layak dan penting untuk kita renungkan
bersama. Terutama di tengah realitas konflik, kekerasan, kebencian, permusuhan,
ketidak-amanan di sebagian masyarakat kita.
Mari
kita awali renungan kita dengan pertanyaan: “Benarkah Islam itu damai ?”
Mengapa
di tengah masyarakat muslim masih banyak tindak kekerasan ?”
“Mengapa
kita belum merasa aman di pasar, bahkan di rumah kita, terutama pada malam hari
?” “Apa itu kedamaian ?” “Di mana kedamaian itu ?”.
Mari
kita lanjutkan renungan kita dengan jawaban-jawaban berikut ini : Kedamaian itu
artinya keamanan, ketenangan, keharmo-nisan. Damai itu artinya tidak ada
permusuhan, tidak ada kekerasan, tidak ada kezhaliman.
Agama
Islam mengajarkan kedamaian, al-Qur'an melarang kita berbuat kerusakan :
وَلا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. QS. al-Qasas : 77”
Al-Qur'an melarang
kita menganiaya dan dianiaya :
لا
تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Kamu
tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. QS. al-Baqarah : 279
Nabi
Muhammad saw melarang kita menimpakan bahaya kepada orang lain dan sekaligus
menganjurkan kita untuk menghin-dari bahaya. Beliau bersabda :
ءاَ
ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Jangan mencelakai dan jangan dicelakai”
Selain
itu, terdapat ratusan ayat al-Qur'an dan hadits nabi saw yang menyuruh beramal
shaleh, berbuat baik, berakhlaq mulia, saling menghargai, saling menyayangi,
saling membantu, saling melindungi, saling membela antara satu dengan yang
lain.
Jadi,
secara konsep dan ajaran, agama Islam adalah agama kedamaian. Tapi secara
realitas dan implementasi, sangat terkait dengan pemahaman, pengamalan dan
peng-hayatan setiap individu muslim terhadap nilai-nilai kedamaian yang
diajarkan oleh Islam. Jika ada komunitas muslim yang aman, tenang, harmonis,
berarti di sana
ada pengamalan ajaran kedamaian Islam. Sebaliknya, jika realitas sosial
masyarakat muslim itu tidak aman, tidak tenang, tidak harmonis, maka itu
indikasi rendahnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap ajaran kedamaian
Islam. Atau mungkin mereka memahami kewajiban menegakkan kedamaian tapi mereka
belum cukup kuat untuk mengamalkannya.
Inilah
tugas dan tanggungjawab kita bersama, yaitu memahami ajaran kedamaian Islam,
mengamalkan kedamaian, menyebar-kan kedamaian, memperjuangkan kedamaian, dan
menghayati kedamaian.
Dari
mana kita mulai ? kita mulai dari dalam diri kita masing-masing. Yaitu
mengupa-yakan kedamaian dalam diri kita. Berusaha untuk menghadirkan rasa aman,
rasa bahagia, rasa tenang, rasa optimis dalam diri kita. Sebab kedamaian
sosial, bahkan kedamaian rumah tangga kita masing-masing, berawal dari
kedamaian kita masing-masing. Orang yang hatinya tidak damai, itulah yang sangat
berpotensi merusak kedamaian rumah tangga-nya dan kedamaian sosialnya.
Mari
kita bayangkan bagaimana kepribadian para penjahat/ pencuri/ perampok/ penipu/
pencopet/ koruptor. Biasanya mereka itu orang-orang yang tidak bahagia. Mereka
gelisah, susah, tidak tenang, pemarah, pendendam, mudah cemas, cepat panik,
mudah pesimis. Mereka belum mendapatkan kedamaian dalam diri mereka.
Bagaimana
agar kita mendapatkan kedamaian diri ? Jawabannya : kita harus berjuang.
Kedamaian diri itu tidak datang dengan sendirinya. Kedamaian diri itu harus
diusahakan, diperjuangkan melalui kerja keras. Kedamaian diri itu bukan dari
uang, rumah, perabot, perhiasan, kendaraan. Kedamaian diri itu bukan dari
pujian orang, penghargaan orang, bukan dari popularitas, bukan pula dari pangkat
dan jabatan. Kedamaian diri itu bukan juga dari ilmu, wawasan, pengalaman dan
pendidikan tinggi.
Mari
kita membuka mata hati kita. Lihatlah sebagian mereka yang kaya raya, memiliki
segala yang diingini, kecuali kedamaian. Lihatlah sebagian mereka yang
berpangkat dan berkekuasaan, yang sangat dihargai, sangat disegani, sangat
ditakuti, sangat ditaati, tapi batinnya tidak damai. Rumah tangganya tidak
damai. Lihatlah sebagian mereka yang berilmu sangat tinggi, menyandang gelar
keilmuan yang tertinggi, disebut sebagai guru besar, maha guru, maha
terpelajar, tapi hatinya kacau, jiwanya goncang, nuraninya tertindas, terjajah.
Batinnya menjerit merindukan kedamaian.
Maaf,
ini bukan tuduhan, bukan fitnah. Ini adalah ajakan untuk melakukan renungan
serius dan berlaku jujur pada hati nurani. Mari kita sungguh-sungguh menyadari
bahwa biangkerok dan penyebab utama semua kekacauan, kerusakan, kezhaliman
dalam rumah tangga dan masyarakat ialah jiwa-jiwa yang kacau. Hati-hati yang
keras, kepribadian-kepribadian yang belum mendapatkan kedamaian.
Selanjutnya,
marilah kita sungguh-sungguh menyadari bahwa kedamaian diri itu bukan pada
harta, pangkat, jabatan, popularitas, bahkan bukan pada ilmu. Karena kenyataan
berbicara bahwa betapa banyak orang yang telah mendapatkan semua itu, tapi
justru menjadi sumber kekacauan, keresahan dan kerusakan di masyarakat. Ada
menjadi pencuri, ada pula yang menjadi beking pencuri. Ada yang menjadi
koruptor, ada pula yang menjadi pembela koruptor. Ada yang menjadi penjahat,
ada pula yang membebaskan penjahat. Ada yang suka tawuran, ada pula yang
menjadi provokator tawuran. Ada
korupsi sendiri-sendiri, ada pula pula korupsi berjamaah.
Kalau
kenyataan ini kita sepakati, mari kita bertanya : dimana kedamaian diri itu ?
inilah jawaban Allah swt :
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمْ الأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu
adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. Al-An'am : 82
Ayat
mulia ini menjelaskan bahwa kedamaian itu ada pada orang yang beriman yang
sungguh-sungguh mengamalkan imannya.
Dalam
ayat lain, Allah berfirman :
فَمَنْ
تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Maka
barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” QS. Al-Baqarah : 38
Ayat
mulia ini menjelaskan bahwa kedamaian hidup itu ada pada kesungguhan mengikuti
dan mengamalkan petunjuk Allah swt. Yaitu Kitab Allah swt (Al-Qur'an). Dalam
ayat lain, Allah swt berfirman :
فَمَنْ
اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
Maka barang siapa
yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. QS. Thaha : 123
Ayat
mulia ini semakin mempertegas kepastian kedamaian hidup yang diraih oleh orang
yang taat mengamalkan perintah Allah swt.
Dari
renungan ini dapat kita simpulkan bahwa kedamaian masyarakat yang kita
dambakan, ternyata harus berawal dari kedamaian diri. Kedamaian diri kita,
ternyata harus berawal dari iman, tauhid, ibadah, kepatuhan total dan
menyeluruh kepada Allah swt. Untuk mewujudkan semua itu, perlu semangat juang,
semangat hidup di jalan Allah. Semangat memperbaiki diri, semangat bertaubat,
kesungguhan beribadah, mensucikan hati, mensucikan harta, kesungguhan belajar
Islam tiada henti. Setelah ini kita
pahami, kita yakini dan kita amalkan secara konsisten, kejarlah kekayaan halal
sebanyak mungkin. Perjuangkanlah pangkat dan jabatan halal setinggi mungkin.
Tuntutlah ilmu dan raihlah seluruh gelar keilmuan. Karena semua itu
diperintahkan oleh Islam, selama kita mengamalkan ajaran Islam secara optimal.
Dari
pribadi-pribadi muslim damai inilah kita berharap lahirnya segera pribadi-pribadi
muslim pejuang kedamaian dan perdamaian di masyarakat. Agar masyarakat ini
segera merasakan rahmat kedamaian agama Islam tercinta ini. Selamat berjuang
saudaraku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar