Social Icons

Selasa, 16 Oktober 2012

Islam Itu Damai



Islam itu damai”, sebuah pernyataan yang layak dan penting untuk kita renungkan bersama. Terutama di tengah realitas konflik, kekerasan, kebencian, permusuhan, ketidak-amanan di sebagian masyarakat kita.

Mari kita awali renungan kita dengan pertanyaan: “Benarkah Islam itu damai ?”
Mengapa di tengah masyarakat muslim masih banyak tindak kekerasan ?”
“Mengapa kita belum merasa aman di pasar, bahkan di rumah kita, terutama pada malam hari ?” “Apa itu kedamaian ?” “Di mana kedamaian itu ?”.

Mari kita lanjutkan renungan kita dengan jawaban-jawaban berikut ini : Kedamaian itu artinya keamanan, ketenangan, keharmo-nisan. Damai itu artinya tidak ada permusuhan, tidak ada kekerasan, tidak ada kezhaliman.

Agama Islam mengajarkan kedamaian, al-Qur'an melarang kita berbuat kerusakan :

وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. QS. al-Qasas : 77”


Al-Qur'an melarang kita menganiaya dan dianiaya :


لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. QS. al-Baqarah : 279


Nabi Muhammad saw melarang kita menimpakan bahaya kepada orang lain dan sekaligus menganjurkan kita untuk menghin-dari bahaya. Beliau bersabda :

ءاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Jangan mencelakai dan jangan dicelakai”


Selain itu, terdapat ratusan ayat al-Qur'an dan hadits nabi saw yang menyuruh beramal shaleh, berbuat baik, berakhlaq mulia, saling menghargai, saling menyayangi, saling membantu, saling melindungi, saling membela antara satu dengan yang lain.

Jadi, secara konsep dan ajaran, agama Islam adalah agama kedamaian. Tapi secara realitas dan implementasi, sangat terkait dengan pemahaman, pengamalan dan peng-hayatan setiap individu muslim terhadap nilai-nilai kedamaian yang diajarkan oleh Islam. Jika ada komunitas muslim yang aman, tenang, harmonis, berarti di sana ada pengamalan ajaran kedamaian Islam. Sebaliknya, jika realitas sosial masyarakat muslim itu tidak aman, tidak tenang, tidak harmonis, maka itu indikasi rendahnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap ajaran kedamaian Islam. Atau mungkin mereka memahami kewajiban menegakkan kedamaian tapi mereka belum cukup kuat untuk mengamalkannya.

Inilah tugas dan tanggungjawab kita bersama, yaitu memahami ajaran kedamaian Islam, mengamalkan kedamaian, menyebar-kan kedamaian, memperjuangkan kedamaian, dan menghayati kedamaian.

Dari mana kita mulai ? kita mulai dari dalam diri kita masing-masing. Yaitu mengupa-yakan kedamaian dalam diri kita. Berusaha untuk menghadirkan rasa aman, rasa bahagia, rasa tenang, rasa optimis dalam diri kita. Sebab kedamaian sosial, bahkan kedamaian rumah tangga kita masing-masing, berawal dari kedamaian kita masing-masing. Orang yang hatinya tidak damai, itulah yang sangat berpotensi merusak kedamaian rumah tangga-nya dan kedamaian sosialnya.

Mari kita bayangkan bagaimana kepribadian para penjahat/ pencuri/ perampok/ penipu/ pencopet/ koruptor. Biasanya mereka itu orang-orang yang tidak bahagia. Mereka gelisah, susah, tidak tenang, pemarah, pendendam, mudah cemas, cepat panik, mudah pesimis. Mereka belum mendapatkan kedamaian dalam diri mereka.

Bagaimana agar kita mendapatkan kedamaian diri ? Jawabannya : kita harus berjuang. Kedamaian diri itu tidak datang dengan sendirinya. Kedamaian diri itu harus diusahakan, diperjuangkan melalui kerja keras. Kedamaian diri itu bukan dari uang, rumah, perabot, perhiasan, kendaraan. Kedamaian diri itu bukan dari pujian orang, penghargaan orang, bukan dari popularitas, bukan pula dari pangkat dan jabatan. Kedamaian diri itu bukan juga dari ilmu, wawasan, pengalaman dan pendidikan tinggi.

Mari kita membuka mata hati kita. Lihatlah sebagian mereka yang kaya raya, memiliki segala yang diingini, kecuali kedamaian. Lihatlah sebagian mereka yang berpangkat dan berkekuasaan, yang sangat dihargai, sangat disegani, sangat ditakuti, sangat ditaati, tapi batinnya tidak damai. Rumah tangganya tidak damai. Lihatlah sebagian mereka yang berilmu sangat tinggi, menyandang gelar keilmuan yang tertinggi, disebut sebagai guru besar, maha guru, maha terpelajar, tapi hatinya kacau, jiwanya goncang, nuraninya tertindas, terjajah. Batinnya menjerit merindukan kedamaian.

Maaf, ini bukan tuduhan, bukan fitnah. Ini adalah ajakan untuk melakukan renungan serius dan berlaku jujur pada hati nurani. Mari kita sungguh-sungguh menyadari bahwa biangkerok dan penyebab utama semua kekacauan, kerusakan, kezhaliman dalam rumah tangga dan masyarakat ialah jiwa-jiwa yang kacau. Hati-hati yang keras, kepribadian-kepribadian yang belum mendapatkan kedamaian.

Selanjutnya, marilah kita sungguh-sungguh menyadari bahwa kedamaian diri itu bukan pada harta, pangkat, jabatan, popularitas, bahkan bukan pada ilmu. Karena kenyataan berbicara bahwa betapa banyak orang yang telah mendapatkan semua itu, tapi justru menjadi sumber kekacauan, keresahan dan kerusakan di masyarakat. Ada menjadi pencuri, ada pula yang menjadi beking pencuri. Ada yang menjadi koruptor, ada pula yang menjadi pembela koruptor. Ada yang menjadi penjahat, ada pula yang membebaskan penjahat. Ada yang suka tawuran, ada pula yang menjadi provokator tawuran. Ada korupsi sendiri-sendiri, ada pula pula korupsi berjamaah.

Kalau kenyataan ini kita sepakati, mari kita bertanya : dimana kedamaian diri itu ? inilah jawaban Allah swt :

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمْ الأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. Al-An'am : 82


Ayat mulia ini menjelaskan bahwa kedamaian itu ada pada orang yang beriman yang sungguh-sungguh mengamalkan imannya.

Dalam ayat lain, Allah berfirman :

فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ
Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” QS. Al-Baqarah : 38


Ayat mulia ini menjelaskan bahwa kedamaian hidup itu ada pada kesungguhan mengikuti dan mengamalkan petunjuk Allah swt. Yaitu Kitab Allah swt (Al-Qur'an). Dalam ayat lain, Allah swt berfirman :

فَمَنْ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. QS. Thaha : 123


Ayat mulia ini semakin mempertegas kepastian kedamaian hidup yang diraih oleh orang yang taat mengamalkan perintah Allah swt.

Dari renungan ini dapat kita simpulkan bahwa kedamaian masyarakat yang kita dambakan, ternyata harus berawal dari kedamaian diri. Kedamaian diri kita, ternyata harus berawal dari iman, tauhid, ibadah, kepatuhan total dan menyeluruh kepada Allah swt. Untuk mewujudkan semua itu, perlu semangat juang, semangat hidup di jalan Allah. Semangat memperbaiki diri, semangat bertaubat, kesungguhan beribadah, mensucikan hati, mensucikan harta, kesungguhan belajar Islam  tiada henti. Setelah ini kita pahami, kita yakini dan kita amalkan secara konsisten, kejarlah kekayaan halal sebanyak mungkin. Perjuangkanlah pangkat dan jabatan halal setinggi mungkin. Tuntutlah ilmu dan raihlah seluruh gelar keilmuan. Karena semua itu diperintahkan oleh Islam, selama kita mengamalkan ajaran Islam secara optimal.

Dari pribadi-pribadi muslim damai inilah kita berharap lahirnya segera pribadi-pribadi muslim pejuang kedamaian dan perdamaian di masyarakat. Agar masyarakat ini segera merasakan rahmat kedamaian agama Islam tercinta ini. Selamat berjuang saudaraku.

Tidak ada komentar:

SIAPA PELATIH SRIWIJAYA FC ?